Tag Archives: Poems

Kisah Filsuf dan Orang Badawi dari Rumi

Standard

Dikisahkan oleh Jalal al-Din Rumi, seorang Arab Badawi bermaksud menjual sekarung gandum ke pasar. Berulangkali ia mencoba meletakkan karung itu di atas punggung unta; dan berulangkah ia gagal. Ketika ia hampir putus asa, terkilas pada pikirannya pemecahan yang sederhana. Ia mengambil satu karung lagi dan mengisinya dengan pasir. Ia merasa lega, ketika kedua karung itu bergantung dengan seimbang pada kendaraannya. Segera ia berangkat ke pasar.

Di tengah jalan, ia bertemu dengan seorang asing yang berpakaian compang-camping dan berkaki telanjang. Ia diajak oleh orang asing itu untuk berhenti sejenak, beristirahat, dan berbincang-bincang. Sebentar saja, orang Badawi itu menyadari bahwa yang mengajaknya berbincang itu orang yang banyak pengetahuan. Ia sangat terkesan karenanya. Tiba-tiba, orang asing itu menyaksikan dua buah karung bergantung pada punggung unta.

“Bapak, katakan apa yang bapak angkut itu; kelihatan sangat berat”, tanya orang asing itu. “Salah satu karung itu berisi gandum yang akan saya jual ke pasar. Satu lagi karung berisi pasir untuk menyeimbangkan keduanya pada punggung unta”, jawab orang Badawi. Sambil tertawa, orang pintar itu memberi nasehat, “Mengapa tidak ambil setengah dari karung yang satu dan memindahkannya ke karung yang lain. Dengan begitu, unta menanggung beban yang ringan dan ia dapat berjalan lebih cepat.”

Orang Badawi takjub. Ia tidak pernah berpikir secerdik itu. Tetapi sejenak kemudian, ketakjubannya berubah menjadi kebingungan. Ia berkata, “Anda memang pintar. Tapi dengan segala kepintaran ini mengapa Anda bergelandangan seperti ini, tidak punya pekerjaan dan bahkan tidak punya sepatu. Mestinya kepandaian Anda yang dapat mengubah tembaga menjadi emas akan memberikan kekayaan kepada Anda.”

Orang asing itu menarik nafas panjang, “Jangankan sepatu, hari ini pun saya tidak punya uang sepeser pun untuk makan malam saya. Setiap hari, saya berjalan dengan kaki telanjang untuk mengemis sekerat atau dua kerat roti.”

“Lalu apa yang Anda peroleh dengan seluruh kepandaian dan kecerdikan Anda itu.”

“Dari semua pelajaran dan pemikiran, aku hanya memperoleh sakit kepala dan khayalan hampa. Percayalah, semuanya itu hanya bencana bagiku, bukan keberuntungan.”

Orang Badawi itu berdiri, melepaskan tali unta, dan bersiap-siap untuk pergi. Kepada filsuf yang kelaparan di pinggir jalan, ia memberi nasehat, “Hai, orang yang tersesat. Menjauhlah dariku, karena aku kuatir kemalanganmu akan menular kepadaku. Bawalah semua kepandaianmu itu sejauh-jauhnya dariku. Sekiranya dengan ilmumu itu kamu ambil suatu jalan, aku akan mengambil jalan yang lain. Sekarung gandum dan sekarung pasir boleh jadi berat; tetapi itu lebih baik daripada kecerdikan yang sia-sia. Anda boleh jadi pandai, tetapi kepandaian Anda itu hanya kutukan; saya boleh jadi bodoh, tapi kebodohan saya mendatangkan berkat, karena walaupun saya tidak cerdik, tetapi hati saya dipenuhi rahmat-Nya dan jiwa saya berbakti kepada-Nya.”

 

Jika kau ingin derita

benar-benar hilang dari hidupmu

Berjuanglah untuk melepaskan

‘kebijakan’ dari kepalamu

Kebijakan yang lahir dari tabiat insani

tak menarik kamu lebih dari khayalan

Karena kebijakan itu tidak diberkati

yang mengalir dari cahaya kemuliaan-Nya

Pengetahuan tentang dunia

hanya memberikan dugaan dan keraguan

Pengetahuan tentang Dia, kebijakan ruhani sejati

membuatmu naik keatas duniawi

Para ilmuwan masa kini telah menghempaskan

semua pengorbanan diri dan kerendahan hati

Mereka sembunyikan hati

dalam kecerdikan dan permainan bahasa

Raja sejati adalah dia

yang menguasai pikirannya

Bukan dia yang pikirannya

Menguasai dunia dan dirinya

(Jalal al-Din Rumi)

Rumi

Standard

I died as a mineral and became a plant,
I died as plant and rose to animal,
I died as animal and I was Man.
Why should I fear? When was I less by dying?
Yet once more I shall die as Man, to soar
With angels bless’d; but even from angelhood
I must pass on: all except God doth perish.
When I have sacrificed my angel-soul,
I shall become what no mind e’er conceived.
Oh, let me not exist! for Non-existence
Proclaims in organ tones,
To Him we shall return.